Oleh : Nila Sonia
NIM : 09021382126175
Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Sriwijaya
Pendahuluan
Baru-baru ini dunia pendidikan di kejutkan dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang terbongkar, korbannya mulai dari mahasiswi hingga siswa sekolah dasarMerasa perbuatannya tidak mendapat hukuman, sering kali membuat pelaku ketagihan melakukannya. Selain wanita, anak-anak juga sering menjadi korban pelecehan seksual. Pelaku memanfaatkan sifat anak-anak yang mudah ditakut-takuti untuk menutupi perbuatan mereka.Anak-anak ditakut-takuti supaya tidak melakukan suatu hal, yang akhirnya menghilangkan keberanian anak untuk berkreatifitas, bahkan anak menjadi takut pada semua hal. Yang seharusnya mendapat hukuman adalah pelaku, bukan korban.
Pembahasan
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuk pelecehan seksual tidak hanya perilaku seperti memeluk atau meraba-raba. Ucapan, tulisan, isyarat, dan simbol yang berkonotasi seksual yang mengandung unsur pemaksaan kehendak oleh pelaku, kejadian yang tidak diinginkan korban, serta mengakibatkan penderitaan terhadap korban juga termasuk bentuk pelecehan seksual.
Mayer dkk. (1987) menyatakan secara umum dua aspek penting dalam pelecehan seksual, yaitu aspek perilaku dan aspek situasional. Aspek perilaku dalam pelecehan seksual berupa rayuan atau godan seksual yang tidak dikehendaki penerimanya, rayuan ini dapat berbentuk rayuan kasar, halus, terbuka, fisik maupun verbal yang searah. Misalnya ajakan kencan terus menerus walaupun sudah di tolak, ungkapan sexist mengenai pakaian atau tubuh, dan lain sebagainya. Aspek situasional maksudnya pelecehan seksual dapat dilakukan dimana saja dan dengan kondisi tertentu.
Ada juga pelecehan seksual yang berawal dari media sosial, bermula dari perkenalan kemudian berlanjut dengan pertemuan yang akhirnya terjadi pelecehan seksual.Korban pelecehan seksual tidak hanya akan mengalami luka fisik, tetapi juga mengalami trauma mendalam, bahkan depresi. Dampak sosial juga akan di rasakan korban, seperti kehilangan kehidupan pribadi karena menjadi “yang bersalah”, menjadi objek pembicaaraan, hancurnya karakter atau reputasi, kehilangan rasa percaya pada orang dan lingkungan , mengalami stress luar biasa dalam berelasi dengan partner, dan lain sebagainya. Sistem yang seharusnya membantu dan melindungi, justru berpotensi memposisikan korban pada posisi yang lebih rentan mengalami pelecehan seksual lagi.
Penutup
Pada dasarnya pelecehan seksual tidak dapat diselesikan hanya dengan kebijakan dan undang-undang. Namun harus di mulai dengan merubah paradigma masyarakat dalam melihat korban pelecehan seksual. Memandang korban pelecehan seksual adalah seseorang yang membutuhkan perlindungan dan berhak mendapatkan keadilan atas apa yang telah mereka alami. Serta memberikan dukungan dan motivasi sehingga korban dapat bangkit dan mengatasi traumanya.Control parenting juga diperlukan untuk membatasi cara berpenampilan, bergaul dan penggunaan media sosial serta internet. Orangtua juga memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anak, seperti mengajarkan batasan-batasan yang dapat disentuh orang lain. Terpenting adalah menanamkan kebranian kepada anak agar terbuka tentang segala sesuatu yang dialami, sehingga anak dapat terhindar dari pelecehan seksual.
Komentar
Posting Komentar