Urgensi Kenaikan PPN di Tengah Pandemi
Oleh : Vanya Terra Ardani
NIM : 09021282126076
Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Sriwijaya
Pendahuluan
Munculnya pandemi Covid-19 mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam banyak sektor, salah satunya ialah sektor ekonomi. Pandemi Covid-19 mempengaruhi perekonomian masyarakat bukan hanya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia dengan sangat luar biasa. Penurunan ekonomi ini menjadi konsekuensi dari penerapan lockdown yang membatasi mobilitas masyarakat sehingga perekonomian Indonesia langsung merosot sangat tajam. Hal ini membuat Indonesia harus menerapkan kebijakan-kebijakan ekonomi guna mempertahankan perekonomian negara.
Pembahasan
Beberapa waktu yang lalu, masyarakat sempat dihebohkan dengan adanya kebijakan kenaikan PPN yang sebelumnya 10% menjadi 11%. Hal ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang setuju dengan kenaikan tersebut dan juga tak sedikit masyarakat yang menolak kenaikan tarif PPN ini. Lalu mengapa pro dan kontra ini dapat terjadi?
Kebijakan kenaikan tarif PPN ini merupakan langkah yang diambil pemerintah dalam rangka memulihkan perekonomian Indonesia yang menurun sejak pandemi Covid-19 ini. Kenaikan tarif PPN ini juga akan berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, hal ini yang menjadi kontra di kalangan pengusaha, mereka menganggap bahwa sekarang daya beli masyarakat sudah mulai meningkat, adanya kenaikan ini justru membuat daya beli masyarakat menurun. Begitu juga para ekonom yang menilai kebijakan ini lebih baik ditunda karena bisa meningkatkan inflasi.
Bila mengacu kepada penjelasan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu, aturan untuk perluasan basis PPN ini dilakukan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Sehingga optimalisasi penerimaan negara diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas pembebasan PPN, sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial. Adapun barang sembako yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017 meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.
Lalu, barang yang masih akan dikenakan PPN adalah:
Makanan dan minuman.
Emas batangan.
SBN.
Pembelian kebutuhan di supermarket atau swalayan seperti baju, tas, sepatu dan sejenisnya.
Pembelian kendaraan.
Rumah, dsb.
Selanjutnya, jasa yang menjadi objek PPN adalah:
Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
Jasa keagamaan.
Jasa kesenian dan hiburan.
Jasa perhotelan.
Jasa boga dan katering.
Jasa penyediaan tempat parkir.
Simpulan
Dari apa yang penulis paparkan diatas, penulis mendapat kesimpulan bahwa kenaikan PPN sebesar 1% ini tetap akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan cukup berisiko tinggi. Kenaikan PPN ini dapat menyumbang pada angka inflasi dan menekan target pertumbuhan ekonomi, menaikkan harga pangan, harga energi, dan harga pajak. Jika masyarakat nggak kuat, akan timbul risiko sosial-politik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perekonomian negara Indonesia sendiri.
Komentar
Posting Komentar